Kamis, 30 Agustus 2012

Penerimaan PNS 2012 Kemungkinan Bersih

Banyuasin - BKD Banyuasin menjamin penerimaan CPNS jalur khusus tahun 2012 kemungkinan akan berlangsung bersih dan jauh dari dugaan kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). Alasannya, penentuan kelulusan calon bukan di tangan pemerintah daerah seperti selama ini, namun ditentukan oleh konsorsium pusat.

Kepala BKD Banyuasin Meldi Sartono Kamis (30/8/) menjamin jika proses penerimaan CPNS akan berlangsung bersih dan tidak ada istilah peserta titipan. "Yang menentukan kelulusan konsorsium pusat yang ditunjuk Kemen PAN RI, bukan pemerintah daerah," katanya.

Pemkab Banyuasin, terang Meldi hanya diberi kewenangan untuk mempersiapkan fasilitas, menerima pendaftaran, melakukan seleksi dan mengawasi pelaksanaan tes.

"Setelah tes yang akan diadakan tanggal 8 September selesai, berkasnya langsung dikirim ke panitia konsorsium pusat," katanya.

Pelaksanaan scanning dan pemeriksaan, termasuk hasil, ditentukan panitia konsorsium.

"Dari hasil pemeriksaan dan perangkingan yang telah dilakukan konsorsium, ditandatangani oleh Bupati dan hasilnya disesuaikan lagi dengan rangking yang ditentukan oleh konsorsium setelah itu baru diumumkan," katanya.

Untuk soal tes terang Meldi, berasal dari pusat dan hanya petugas sandinegara yang bisa membukannya.

Dibagian lain Bupati Banyuasin H Amiruddin Inoed juga menegaskan jika penerimaan CPNS tahun ini semuanya kewenangan pusat. "Prosesnya ketat dan diawasi KPK," katanya.

Dirinya mengingatkan para peserta untuk berjuang dan belajar agar bisa menjadi yang terbaik. "Jangan berpikir mau ini mau itu biar bisa lolos, tetapi belajar dan berdoa agar menjadi yang terbaik," ujarnya. (Sripo)

Senin, 11 Juni 2012

Livelihood Bisakah Diterapkan?

Oleh FATKUROHMAN 

Kimiskinan, itulah yang akrab ditelinga jika masa pemilihan kepala daerah ataupun pemilihan umum Sudah dekat. Kemiskinan menjadi isu sentral sebagai strategi mencari dukungan dari pemilih namun tidak jelas kapan kemiskinan itu bisa ditanggulangi dengan cepat. Kemiskinan adalah kondisi seseorang atau kelompok orang tidak mampu memenuhi hal-hal dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan bermartabat. 

Tingkat kemiskinan suatu masyarakat memiliki hubungan erat dengan ketimpangan pendapatan. Dengan pendekatan ini kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sesi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan, sandang dan papan. Banyak sekali pendekatan untuk mengukur kemiskinan. Salah satunya BPS menggunakan konsep kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari garis kemiskinan.

Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Head Count Index (HCI), yaitu persentase penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) per September tahun 2011 batas garis kemiskinan di Sumatera Selatan untuk wilayah perkotaan 288.432 rupiah per kapita per bulan. Sementara untuk pedesaan 224.297 rupiah per kapita per bulan. Dengan kriteria ini penduduk miskin di Sumatera Selatan wilayah perkotaan sekitar 402.420 penduduk atau sekitar 14,95 %. Sementara pedesaan sekitar 654.450 penduduk miskin atau sekitar 13.39 %. Jika dilihat dari data ini maka perkotaan lebih banyak menyumbang prosentase angka kemiskinan di Sumatera Selatan dari sekitar 1. 061,870 penduduk miskin atau 13.95 persen.

Ada beberapa faktor atau pendekatan yang mempengaruhi hal ini, pertama, Dinamika kependudukan seperti urbanisasi. Urbanisasi dipandang sebagai salah faktor karena seringkali urbanisasi hanya bermodalkan kenekatan semata yang akhirnya menyebabkan terbentuknya masyarakat miskin pinggiran kota. Kedua, Keterasingan terhadap pendapatan akibat persaingan memperoleh pekerjaaan terlalu tinggi dan peluang pekerjaan tak sebanding dengan pengangguran . Ketiga, Kurangnya etos kerja (malas). Kultural ini terkait dengan sikap dalam menentukan kehidupan, banyak sekali kemiskinan terjadi diperkotaan lebih disebabkan oleh isikap malas dan hanya mengingikan kenikmatan dalam mendapatkan pekerjaan tetapi tidak mau bekerja keras. Oleh karena itu, visi Penanggulangan kemiskinan perkotaan harus diprioritaskan pada akar kemiskinan. Jika yang menjadi akar adalah kurangnya pendapatan yang berakibat pada akses yang lain maka yang menjadi prioritas program seharusnya mengacu pada masalah tersebut. Jika masalah kemiskinan disebabkan faktor urbanisasi maka penanggulangannya harus bekerja sama dengan komponen penanggulangan kemiskinan sektor pedesaan. Namun jika kemiskinan disebabkan oleh kurangnya etos kerja maka program kemiskinan harus menyentuh bagaimana membangkitkan etos kerja warga miskin.

Untuk sektor perkotaan saya memandang kesenjangan pendapatan keluarga menjadi faktor utama yang menyebabkan kemiskinan diperkotaan namun tidak lepas dari faktor pendukung lainnya. Sementara, berbagai Program Pengentasan kemiskinan saat ini banyak jenisnya. Seperti dibawah kementrian Koordinator Kesejahteraa Rakyat, pemerintah menelurkan program keluarga harapan, dan PNPM (program nasional pemberdayaan masyarakat). Program ini adalah program yang dirancang untuk mendukung pengentasan kemiskinan di Indonesia termasuk perkotaan. Namun, output program – program yang tidak sedikit dananya seringkali dikritisi oleh berbagai kalangan termasuk pemerintah daerah Sumateran Selatan.

Beberapa lalu, Kepala Bappeda Sumatera Selatan Yohanes H. Toruan dalam wawancara dengan kalangan pers mempertanyakan program kemiskinan dibawah Kesra yang dinilai hasilnya tidak terukur. Menurutnya selama ini tidak ada yang mengetahui dampak dari program kemiskinan pusat tersebut. Data penurunan kemiskinan hanya bisa dibaca dalam bentuk rilis yang dilakukan oleh BPS berdasarkan uraian data dari berbagai program kemiskinan baik itu dari pusat dan daerah. Oleh karena itu sebaiknya berbagai program kemiskinan yang dicanangkan pusat untuk daerah diserahkan kepada daerah secara utuh sehingga bisa dapat dikontrol dan diukur hasil dari program tersebut.

Dari berbagai persoalan untuk menanggulangi kemiskinan, ada beberapa pandangan yang bisa menjadi alternatif solusi. Pertama, Program kemiskinan sebaiknya perlu diintergrasi antara pusat dan daerah sehingga bisa dikontrol dan lebih bisa menyentuh pada basis kemiskinan karena langsung dibawah komando daerah yang lebih memahami problem kemiskinan daerah. Apalagi saat ini sudah eranya otonomi daerah sehingga saatnya program yang menyangkut problema daerah diserahkan langsung pada daerah. Kedua, Penanggulangan kemiskinan sebaiknya menyentuh pada akar kemiskinan dan kantong-kantong kemiskinan. Berbagai riset telah dilakukan dari berbagai lembaga, yang menunjukan kemiskinan lebih pada faktor kesenjangan pendapatan. Pendapatan warga miskin tidak sebanding dengan kebutuhan dasar. Oleh karena itu, upaya penanggulangan kemiskinan perlu mengarah kepada perbaikan pendapatan warga miskin perkotaan. Sebagai contoh, berbagai program kemiskinan seperti PNPM Mandiri Perkotaan sekitar 75 persen anggaran diproyeksikan untuk infrastruktur bisa dikurangi untuk pemberdayaan usaha kecil dan pembinaan Livelihood atau peningkatan mata pencaharian keluaraga dengan keterampilan aplikatif (liveskill) dikantong-kantong kemiskinan. Sementara infrastruktur diserahkan kepada Pemerintah Daerah untuk membenahinya karena wilayah perkotaan untuk infrastruktur mayoritas sudah bisa diakses dengan baik.

Dengan seperti ini tidak ada program tumpang tindih yang rentan dengan praktik korupsi. Dan yang terpenting dalam upaya pemberdayaan warga miskin adalah menciptakan jiwa yang tangguh, kuat dan tidak mudah goyah sehingga bisa menghadapi semua permasalahan. Oleh karena itu, diperlukan fasilitator motivasi yang bisa membongkar kultur malas untuk bisa bangkit menjadi jiwa yang tangguh. Program pemberdayaan kemiskinan apapun tidak akan berhasil jika warga miskin tidak mempunyai motivasi untuk maju. Selain itu, program pemberdayaan harus mengacu kegiatan produktif dan kreatif, karena dengan produktif kreatif prospek untuk bisa bersaing sangat terbuka. Pemberdayaan masyarakat miskin juga memerlukan kemitraan yang sinergis antara pemangku kepentingan. Pemerintah daerah dan pemerintah pusat serta berbagai pelaku pemberdayaan seperti Coorporate Social Responsibility (CSR) untuk warga miskin sebaiknya dilakukan secara intergrasi tidak berjalan sendiri-sendiri sehingga tepat sasaran. Selain itu sebuah pemberdayaan warga miskin juga memerlukan fokus yang berkelanjutan. Tidak jarang selama ini program penanggulangan kemiskinan tidak memiliki fokus yang jelas sehingga hasilnya tidak bisa terukur dan hanya sekedar proyek belaka.

Berdasarkan data BPS, kemiskinan perkotaan di Sumatera Selatan 2011 sekitar 13,39 persen maka sudah saatnya dari jumlah tersebut pemerintah daerah dan komponen pendukung untuk segara membuat MAP (peta) kemiskinan berdasarkan potensi, kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh para rumah tangga miskin. Dan pendekatan Livelihood atau Peningkatan Mata Pencaharian Keluarga dipandang bisa mengatasi atau mengurangi kemiskinan dengan lebih cepat. Stratergi Pendekatan Livelihood ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, yakni ekonomi produktif dan kreatif potensial (liveskill). Peningkatan kapasitas ekonomi kreatif dan liveskill dimaksud yakni mempunyai kebebasan atau kelancaran dalam perluasan akses meningkatkan ekonomi (usaha) berupa pengetahuan usaha, keterampilan teknis usaha, manajemen usaha dan ekonomi rumah tangga, perluasan pemasaran atau penyaluran bakat. Tentunya hal ini dilakukan oleh orang-orang yang benar berpengalaman dibidang usaha atau liveskill.

Untuk bisa tepat sasaran, warga miskin sebaiknya dikelola dalam sebuah lembaga atau wadah keswadayaan masyarakat yang dikelola oleh warga miskin berdasarkan potensi yang dimiliki. Lembaga ini sangat penting untuk bisa mengkontrol perkembangan dan kemajuan serta pendampingan. Kebebasan untuk mencurahkan pendapat (curhat) soal usaha atau pekerjaannya bisa memberikan kekuatan sekaligus memberikan motivasi, arahan dan jalan keluar untuk bisa lebih cepat maju keluar dari kemiskinan. Dan perlu menjadi catatan untuk bisa eksis dan semakin maju juga diperlukan modal, oleh karena itu warga miskin juga memerlukan akses modal dengan mudah dalam bentuk lembaga keuangan mikro. Sebaiknya pemerintah daerah memiliki lembaga seperti ini yang khusus menangani atau mengelola warga miskin yang telah mendapatkan pembinaan dan eksis dilembaga keswadayaan warga miskin. Pemberian akses modalpun tidak harus dalam bentuk uang tunai melainkan berupa barang-barang produktif yang bisa digunakan untuk warga miskin lebih maju. Sebagai penutup, menurut hemat saya pemberdayaan membutuhkan pengawasan, evaluasi dan keberlanjutan. Perubahan suatu masyarakat atau kelompok tidak bisa dilakukan dengan cara sesaat atau instan. Fokus adalah menjadi kunci keberhasilan pemberdayaan warga miskin. Dan semua pemangku kepentingan pemberdayaan warga miskin harus terintergrasi untuk membangun program yang fokus dan terukur. (#)

Rabu, 25 April 2012

Muara Sugihan, 22 Desa Butuh Sarana Air Bersih

Sudah Diajukan Ke Pemerintah Kabupaten Belum Ada Realiasasi 

Palembang – Air merupakan sumber kehidupan namun hingga saat ini masih ada masyarakat Sumatera Selatan yang belum menikmati pelayanan air bersih. Seperti kawasan pinggiran atau pesisir Banyuasian Kecamatan Muara Sugihan Sumatera Selatan. “Sudah 30 tahun masyarakat Muara Sugihan dan masyarakat perairan lainnya menunggu sarana Air Bersih yang permanen”, Kata BPD Daya Kusuma Poniman diacara Diskusi Prime Topic, Senin (6/2) “Air Bersih Kawasan Pinggiran”.

Menurut Iman, di Muara Sugihan ada sekitar 90 ribu warga dan 22 Desa namun hingga saat ini belum ada satupun sarana air bersih yang dibangun oleh pemerintah baik Kabupaten dan Provinsi Sumatera Selatan. “Kami sangat mengharapkan air bersih bisa ada diperairan”, ujar Iman.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ramadhan Kepala Desa Margorukun Muara Sugihan Banyuasin. Menurut dia selama ini masyarakat perairan untuk minum dan memasak mengandalkan air hujan (tadah hujan). Jika musim kemarau tidak bisa mengandalkan air hujan tetapi harus membeli air bersih yang didatangkan dari Kota Palembang. “Perliternya harganya seribu rupiah, perhari air bersih yang dibutuhkan 50 liter perkeluarga untuk minum dan memasak, artinya perhari harus mengeluarkan biaya sekitar 50 ribu rupiah untuk air bersih”, Kata Ramadhan.

Dia juga mengatakan sebelumnya atau tahun 2004 sudah ada program pengadaan gentong untuk tadah hujan tetapi kurang efektif karena kondisinya saat ini sudah tidak layak pakai lagi. Masyarakat meminta agar sarana air bersih yang diprogramkan lebih permanen seperti sumur bor ataupun program lainnya yang lebih layak dengan topografi setempat. Sebelumnya juga telah ada penelitihan bahwa untuk sumur bor dikawasan perairan terutama pesisir dibutuhkan kedalaman mencapai 500 M untuk bisa menjangkau air bersih.

Dikatakan Ramadhan, Pemerintah Desa pernah mengajukan keluhan sarana air bersih ke Pemerintah Kabupaten dan juga PNPM Mandiri. Namun sampai saat ini program-program baru menyentuh infrastruktur, itupun berasal dari PNPM Mandiri. “Sebagai daerah lumbung pangan di Banyuasian Muara Sugihan dan daerah perairan lainnya sudah selayaknya sarana Air bersih dipreoritaskan oleh pemerintah”, Katanya.

PAM Simas Belum Sentuh Banyuasin

Sementara, terkait sarana air bersih ini ada salah satu program pemerintah pusat untuk pengadaan sarana air bersih dan sanitasi kesehatan yakni PAM Simas. Team Leader PAM Simas Sumatera Selatan Titus diacara yang sama mengatakan, untuk Sumatera Selatan program sarana air bersih PAM Simas sudah ada sejak tahun 2008 dan cermin pertama akan berakhir Februari 2013. “Cermin pertama program PAM Simas belum masuk di Kabupaten Banyuasin, saat ini yang sudah diprogramkan diantaranya Ogan Ilir, OKI, OKU Timur, OKU Selatan, Muara Enim, Musi Rawas dan Musi Banyuasin”, Ujar Titus.

Titus juga mengatakan Kabupaten yang telah masuk program PAM Simas merupakan Kabupaten yang telah berkomitmen untuk mau Sharring dana. Berdasarkan Alokasi dana PAM Simas berasal dari tiga komponen yakni APBN (Hibah Bank Dunia) sebesar 70 persen, APBD sebesar 10 persen dan Swadaya Masyarakat 20 persen berupa tenaga kerja dan juga sarana lainnya. Program PAM Simas ini setiap desa dialokasikan dana sekitar 275 Juta rupiah.

Pada cermin pertama di Sumatera Selatan ada sekitar 400 desa sejak tahun 2008 hingga Februari 2013. Secara rinci disebutkan pada tahun 2008 sebanyak 31 desa, 2009 sebanyak 127 desa, 2010 107 desa berupa 100 desa reguler dan 7 replikasi, 2011 95 desa reguler 18 desa replikasi dan 7 HID sementara tahun 2012 93 desa dan 20 desa replikasi. (Fatur)

Jumat, 30 Maret 2012

117 Desa di Banyuasin Belum Berlistrik PLN

2012 Proyeksikan Banyuasin II, Muara Sugihan dan Tanjung Lago

Banyuasin – 117 desa di Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan belum teraliri listrik. Hingga saat ini jaring listrik belum menjangkau mayoritas diwilayah perairan. Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Pemkab Banyuasin Syahril Arief Rachman Jumat (2/3) mengatakan, saat ini yang sudah teraliri listrik sebanyak 171 desa dari 288 desa.

Dia mengatakan sebaran desa yang belum berlistrik terdapat di Kecamatan Banyuasin I sebanyak 16 desa, Banyuasin II 6 desa, Pulaurimau 23 desa, Rambutan 3 Desa, Muarapadang 4 desa, Muaratelang 7 desa, Sembawa 5 desa, Makartijaya 10 desa, Airsaleh 3 desa, Talangkelapa 2 desa, Rantaubayur 8 desa, Tanjunglago 6 desa dan Muarasugihan 10 desa. Sementara itu, Desa yang sudah 100 persen teraliri listrik terdapat di tiga Kecamatan yakni Banyuasin III, Betung dan Suaktapeh semua desanya sudah berlistrik.

Syahril menambahkan pada tahun 2012 ini ada sembilan desa akan teraliri jaringan listrik, diantaranya Desa Telukpayo Banyuasin II, beberapa desa Muarasugihan, Tanjunglago. Sementara, Menurut Pejabat Pembuat Komitmen (P2K) Satgas Listrik Desa Sumatera Selatan Zainudin beberapa waktu lalu, di Sumatera Selatan sudah 83 persen desa telah teraliri listrik. Menurutnya di Sumsel ada sekitar 525 desa dari 3062 desa belum terjangkau listrik.

“Pada tahun 2012 Sumsel mendapatkan alokasi pembangunan listrik sebanyak 48 desa dari ESDM dengan potensi pelanggan 10.944 rumah tangga”, Katanya. Alokasi ini menurun jika dibandingkan tahun lalu, sebelumnya Sumatera Selatan mendapatkan alokasi 121 desa atau potensi pelanggan 27.603 rumah tangga. (Fatur)